Allah Ta’ala berfirman:
“Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 3)
Allah Ta’ala berfirman:
“Berdoalah kepada Rabb kalian dgn berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tdk menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)
Dari Aisyah -radhiallahu ‘anha- dia berkata:
“Rasulullah shallallahu wa’alaihi wa sallam menyukai doa-doa yang singkat tapi padat maknanya, dan meninggalkan selain itu.” (HR. Abu Daud no.1482 dan An-Nawawi berkata dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 431, “Sanadnya baik.”)
Dari Jabir bin Abdillah dia berkata: Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
“Janganlah kalian mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada
anak-anak kalian, dan jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian. Jangan sampai doa kalian bertepatan dengan saat
dikabulkannya doa dari Allah lalu Dia akan mengabulkan doa kalian.” (HR. Muslim no. 3009)
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika salah seorang dari kalian berdoa maka janganlah sekali-kali dia berkata, “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau kehendaki.” Akan tetapi hendaklah dia memastikan apa yang dia minta dan hendaknya dia memperbesar pengharapannya, karena Allah -Azza wa Jalla- sama sekali tdk pernah menganggap besar sesuatu yg Dia berikan.” [1]
Penjelasan ringkas:
Dari dalil-dalil di atas kita bisa memetik beberapa perkara yang menjadi adab dalam berdoa:
1. Merendahkan suara ketika berdoa, tdk di dlm hati tapi juga tdk menjaharkannya. Karena hal itu bisa membantu dia untuk khusyu’ dan sekaligus menunjukkan ketundukan dan kerendahan dia di hadapan Allah Ta’ala.
2. Tadharru’ (merendah) kepada Allah ketika berdoa kepada-Nya. Ad-Dhara’ah (asal kata tadharru’, pent.) bermakna menghinakan diri, tunduk, dan mengharap. Dikatakan: َﻉَﺮَﺿ – ُﻉَﺮْﻀَﻳ – ُﺔَﻋﺍَﺮَﺿ maknanya tunduk, menghinakan diri, dan merendahkan diri. Dia tadharru’ kepada Allah maksudnya dia berharap kepada-Nya. (Lihat Al-
Mishbah Al-Munir hal. 361)
Allah Ta’ala berfirman,
“Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tdk memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 42-42)
3. Menggunakan kalimat-kalimat yg jami’ dlm berdoa, yakni yang lafazhnya ringkas akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya sangat dalam lagi sangat luas. Karenanya sudah sepantasnya seseorang itu berdoa dengan doa-doa yg Nabi shallallahu alaihi wassalam pernah berdoa dengannya, karena beliaulah pemilik al-jawami’ al-kalim (kata-kata yang jami’).
4. Tidak mendoakan kejelekan untuk diri, keluarga, dan harta benda, karena mungkin saja Allah Ta’ala akan mengabulkannya.
5. Memastikan permintaannya dan tidak mengembalikannya kepada masyi`ah (kehendak) Allah, karena hal itu menunjukkan kurang perhatiannya dia kepada doanya dan dia tidak terlalu berharap kalau Allah akan mengabulkan doanya.
6. Betul-betul meminta (arab: al-ilhah) kpd Allah ketika berdoa. Al-Ilhah maknanya mendatangi sesuatu dan komitmen berada di atasnya. Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu- secara marfu’,
“Tetaplah kalian berdoa dengan ‘Wahai Yang Maha Mulia lagi Maha Pemurah.” [2]
Maka hendaknya seorang hamba memperbanyak doa dan sering mengulang-ulanginya. Dia terus menerus meminta kepada Allah dengan mengulang-ulangi penyebutan rububiah-Nya, uluhiah-Nya, serta nama-nama dan sifat-sifatNya. Itu merupakan sebab terbesar dikabulkannya doa, sebagaimana yang Nabi -shallallahu alaihi wasallam- sebutkan,
“Seseorang yg letih dlm perjalanannya, rambutnya berantakan, dan kakinya berpasir, seraya dia menengadahkan kedua tanganya ke langit dan berkata, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku,” sampai akhir hadits (HR. Muslim no. 1015) dan hadits ini menunjukkan adanya ilhah dlm berdoa.
Berikut beberapa adab lainnya yg tdk tersebut dlm semua dalil di atas:
1. Memulai dgn memuji Allah lalu bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, dan juga menutup doanya dengan ini.
Dari Fudhalah bin Ubaid -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendengar seorang lelaki berdoa di dlm shalatnya, dia tdk memuji Allah Ta’ala dan juga tdk bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Maka Rasulullah -shallallahu alaihi
wasallam- bersabda, “Orang ini tergesa-gesa,” kemudian beliau memanggil orang itu lalu beliau berkata kepadanya atau kepada selainnya, “Jika salah seorang di antara kalian berdoa maka
hendaknya dia memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru dia berdoa sesukanya.” [3]
2. Senantiasa berdoa kepada Allah baik dalam keadaan lapang maupun dalam kesulitan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam-
bersabda, “Barangsiapa yang mau doanya dikabulkan oleh Allah ketika dia mendapatkan syada`id (kesusahan) dan al-kurab (kesulitan), maka hendaknya dia memperbanyak berdoa ketika dia lapang.” (HR. At Tirmizi no. 3382 dan Al-Hakim: 1/544. Hadits ini juga dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At Tirmiz: 3/140, dan lihat juga Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 593)
3. Bertawassul kepada Allah Ta’ala dgn salah satu atau semua jenis-jenis tawassul yg disyariatkan, yaitu: Tawassul dengan menggunakan nama-nama dan sifat-sifat Allah, tawassul dengan amalan saleh, dan tawassul dgn perantaraan doa orang saleh yang masih hidup. Dan bukan di sini tempatnya membahas tentang tawassul.
4. Tidak memaksakan diri dalam memperindah lafazh (sajak) doa (arab: as-saja’).
Dari Ibnu Abbas beliau berkata, “Jauhilah as-saja’ dalam berdoa, karena sesungguhnya aku mendapati Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dan para sahabatnya tdk melakukan kecuali itu -yakni: Mereka tdk melakukan kecuali menjauhi hal itu-.” (HR. Al-Bukhari no. 6337)
5. Mengulangi doa sebanyak tiga kali.
Dalil dalam masalah ini cukup banyak, di antaranya adalah ucapan Ibnu Mas’ud bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- mengangkat kepalanya kemudian berdoa, “Ya Allah binasakanlah Quraisy,” sebanyak tiga kali. (HR. Al-Bukhari no. 240 dan Muslim no. 1794)
6. Menghadap ke arah kiblat.
Dari Badr bin Zaid dia berkata, “Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah keluar ke lapangan ini
untuk meminta hujan, maka beliau berdoa dan shalat istisqa`, kemudian beliau menghadap ke kiblat dan membalik kain yang beliau pakai.” (HR. Al-Bukhari -dan ini adalah lafazhnya- no. 6343)
7. Mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Dari Salman -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya Rabb kalian -Tabaraka wa Ta’ala- Maha Malu lagi Maha Pemurah kepada hamba-Nya, Dia malu kepada hamba-Nya tatkala dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lantas Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong.” (HR. Abu Daud no. 1488, At-Tirmizi: 5/ 557, dan selain keduanya.
Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya jayyid,” dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/179)
8. Berwudhu sebelum berdoa, jika memungkinkan. Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- meminta air lalu berwudhu kemudian beliau mengangkat
kedua tangannya lalu berdoa, “Ya Allah, ampunilah Ubaid Abu Amir.” (HR. Al-Bukhari: 5/101 dan Muslim: 4/1943. Lihat Al-Fath: 8/42,)
9. Menangis ketika berdoa karena takut kpd Allah Ta’ala.
10. Jika dia mendoakan orang lain maka hendaknya dia mulai dgn mendoakan dirinya sendiri. Dari Ubay bin Ka’ab -radhiallahu anhu- dia berkata, “Jika Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- menyebut seseorang lalu
mendoakannya, maka beliau mulai dengan mendoakan diri beliau sendiri.” (HR. At-Tirmizi: 5/463)
Jumat, 31 Agustus 2012
Kisah Abu NAwas - Membelakangi Khalifah
suatu hari, ada orang yang menantang siapa saja yang berani membelakangi Khalifah ( sambil nungging ngasi pantat ke khalifah) akan di kasi imbalan berupa seeokr onta..
nah abu nawas punya ide luar biasa gan..
maka dia pun mulai bekerja dengan memasang butang yang beraneka ragam bentuk dan warnanya di atas baju dan celananya, ukurannya pun berbeda2 dari yang kecil sampai yang paling gede,..
pada hari yang di tentukan masuklah abu nawas keistana dengan baju penuh butang.. awalnya khalifa marah karena abu nawas masuk nyelonong tanpa permisi ala istana, tp melihat baju yang dikenakan abu nawas penuh butang khalifah malah senyum dan tertawa lalu bertanya
wahai abu nawas.. sungguh butang2 itu sangat cantik dan menarik. sambil menunjuk kearah butang dan berkata, ada yg kecil ada yang sedang ada yang besar... dan ini yang paling besar, kata khalifah sambil menunjuk butang yg di pasang di bagian dada abu nawas..
lalu abu nawas menjawab.. oh.. klw ini masih ukuran sedang tuanku, masih ada ukuran yang lebih besar lagi. o ya? kata khalifah. lalu dimana butang yang lebih besar itu,? tanya khalifah kembali..
lalu abu nawas membelakangi khalifah sambil nungging dan berkata dengan kerasnya " INI DIA TUANKU..." dengan tangan sambil nunjuk pantatnya,
khalifah pun tertawa dan senang,..
dan abu nawas berhak mengclaim hadiahnya karena telah berhasil memberi pantat kepada khalifah..
nah abu nawas punya ide luar biasa gan..
maka dia pun mulai bekerja dengan memasang butang yang beraneka ragam bentuk dan warnanya di atas baju dan celananya, ukurannya pun berbeda2 dari yang kecil sampai yang paling gede,..
pada hari yang di tentukan masuklah abu nawas keistana dengan baju penuh butang.. awalnya khalifa marah karena abu nawas masuk nyelonong tanpa permisi ala istana, tp melihat baju yang dikenakan abu nawas penuh butang khalifah malah senyum dan tertawa lalu bertanya
wahai abu nawas.. sungguh butang2 itu sangat cantik dan menarik. sambil menunjuk kearah butang dan berkata, ada yg kecil ada yang sedang ada yang besar... dan ini yang paling besar, kata khalifah sambil menunjuk butang yg di pasang di bagian dada abu nawas..
lalu abu nawas menjawab.. oh.. klw ini masih ukuran sedang tuanku, masih ada ukuran yang lebih besar lagi. o ya? kata khalifah. lalu dimana butang yang lebih besar itu,? tanya khalifah kembali..
lalu abu nawas membelakangi khalifah sambil nungging dan berkata dengan kerasnya " INI DIA TUANKU..." dengan tangan sambil nunjuk pantatnya,
khalifah pun tertawa dan senang,..
dan abu nawas berhak mengclaim hadiahnya karena telah berhasil memberi pantat kepada khalifah..
Kisah Abu Nawas - Abu Nawas Sakti
A : Abu Nawas
K : Khalifah Harun Al - rasyid
Suatu ketika didepan mesjid sehabis shalat berjamaah, Abu Nawas berteriak sangat keras didepan semua orang, dia berteriak "aku ini sangat sakti melebihi siapapun". Lalu tak lama kemudian Khalifah mendengar keributan tersebut dan dipanggillah Abu Nawas menghadap Khalifah.
K : kenapa kamu berkata sedemikian kejinya ?
A : karena memang begitulah buktinya tuan ..
K : bisakah kamu buktikan sekarang disini ?
A : silahkan tuan minta apa kepada saya, akan saya buktikan !
K : baiklah, saya minta kamu menumbuhkan tanaman semangka saat ini juga
A : oh tidak bisa sekarang tuan, tapi beri saya waktu tiga hari dari sekarang
K : kenapa tiga hari ? katanya kamu sangat sakti melebihi siapapun ?
A : Tuan khalifah jangan begitu, saya tau tuan adalah seorang khalifah yang adil dan bijaksana ..
K : maksud kamu apa sebenarnya ?
A : maksud saya, tolong tuan berlaku adil terhadap saya, Allah SWT saja yang Maha Mencipta menumbuhkan semangka dalam waktu 3 bulan, lantas kenapa tuan tak dapat menerima permintaan saya dalam waktu tiga hari saja ??
K : (hanya tertawa senang dan langsung memberikan sedekah pada Abu Nawas)
K : Khalifah Harun Al - rasyid
Suatu ketika didepan mesjid sehabis shalat berjamaah, Abu Nawas berteriak sangat keras didepan semua orang, dia berteriak "aku ini sangat sakti melebihi siapapun". Lalu tak lama kemudian Khalifah mendengar keributan tersebut dan dipanggillah Abu Nawas menghadap Khalifah.
K : kenapa kamu berkata sedemikian kejinya ?
A : karena memang begitulah buktinya tuan ..
K : bisakah kamu buktikan sekarang disini ?
A : silahkan tuan minta apa kepada saya, akan saya buktikan !
K : baiklah, saya minta kamu menumbuhkan tanaman semangka saat ini juga
A : oh tidak bisa sekarang tuan, tapi beri saya waktu tiga hari dari sekarang
K : kenapa tiga hari ? katanya kamu sangat sakti melebihi siapapun ?
A : Tuan khalifah jangan begitu, saya tau tuan adalah seorang khalifah yang adil dan bijaksana ..
K : maksud kamu apa sebenarnya ?
A : maksud saya, tolong tuan berlaku adil terhadap saya, Allah SWT saja yang Maha Mencipta menumbuhkan semangka dalam waktu 3 bulan, lantas kenapa tuan tak dapat menerima permintaan saya dalam waktu tiga hari saja ??
K : (hanya tertawa senang dan langsung memberikan sedekah pada Abu Nawas)
Biografi Abu Nawas
Tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita akan nama sang tokoh kocak “Abu Nawas” saking masyhurnya nama tersebut hingga kadang kita tidak mengetahui siapa nama asli dia sebenarnya. Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa’ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Dalam Al-Wasith fil Adabil ‘Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya’irul bilad).
Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.
Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti – yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.
Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa’ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Dalam Al-Wasith fil Adabil ‘Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya’irul bilad).
Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.
Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti – yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.
Kisah Abu Nawas - Manusia Bertelur
Sudah bertahun-tahun
Baginda Raja Harun Al Rasyid ingin mengalahkan Abu Nawas. Namun
perangkap-perangkap yang selama ini dibuat semua bisa diatasi dengan
cara-cara yang cemerlang oleh Abu Nawas. Baginda Raja tidak putus asa.
Masih ada puluhan jaring muslihat untuk menjerat Abu Nawas. Baginda Raja
beserta para menteri sering mengunjungi tempat pemandian air hangat yang hanya
dikunjungi para pangeran, bangsawan dan orang-orang terkenal. Suatu sore yang
cerah ketika Baginda Raja beserta para menterinya berendam di kolam, beliau
berkata kepada para menteri,
"Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas."
"Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas."
"Apakah itu wahai Paduka yang mulia ?" tanya salah seorang menteri.
"Kalian tak usah
tahu dulu. Aku hanya menghendaki kalian datang lebih dini besok sore.
Jangan lupa datanglah besok sebelum Abu Nawas datang karena aku akan
mengundangnya untuk mandi bersama-sama kita." kata Baginda
Raja memberi pengarahan. Baginda Raja memang sengaja tidak menyebutkan
tipuan apa yang akan digelar besok. Abu Nawas diundang untuk mandi bersama
Baginda Raja dan para menteri di pemandian air hangat yang terkenal itu.
Seperti yang telah direncanakan, Baginda Raja dan para meriteri sudah
datang lebih dahulu. Baginda membawa sembilan belas butir telur ayam.
Delapan belas butir dibagikan kepada para menterinya. Satu butir untuk
dirinya sendiri. Kemudian Baginda memberi pengarahan singkat tentang apa
yang telah direncanakan untuk menjebak Abu Nawas.
Ketika Abu Nawas datang,
Baginda Raja beserta para menteri sudah berendam di kolam. Abu Nawas
melepas pakaian dan langsung ikut berendam. Abu Nawas harap-harap cemas.
Kira-kira permainan apa lagi yang akan dihadapi. Mungkin permainan kali ini
lebih berat karena Baginda Raja tidak memberi tenggang
waktu untuk berpikir. Tiba-tiba Baginda Raja membuyarkan lamunan Abu Nawas.
waktu untuk berpikir. Tiba-tiba Baginda Raja membuyarkan lamunan Abu Nawas.
Beliau berkata,
"Hai Abu Nawas, aku mengundangmu mandi bersama karena ingin mengajak
engkau ikut dalam permainan kami"
"Permainan apakah itu
Paduka yang mulia ?" tanya Abu Nawas belum mengerti.
"Kita sekali-kali
melakukan sesuatu yang secara alami hanya bisa dilakukan oleh
binatang. Sebagai manusia kita mesti bisa dengan cara kita masing-masing." kata Baginda sambil tersenyum.
"Hamba belum mengerti Baginda yang mulia." kata Abu Nawas agak ketakutan.
"Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam dan barang siapa yang
tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum!" kata Baginda.
Abu Nawas tidak berkata apa-apa.Wajahnya nampak murung. la semakin yakin
dirinya tak akan bisa lolos dari lubang jebakan Baginda dengan mudah.
Melihat wajah Abu Nawas murung, wajah Baginda Raja semakin berseri-seri.
"Nan sekarang apalagi yang kita tunggu. Kita menyelam lalu naik ke atas sambil
menunjukkan telur kita masing-masing." perintah Baginda Raja.
Baginda Raja dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas satu
persatu derigan menanting sebutir telur ayam. Abu Nawas masih di dalam
kolam. ia tentu saja tidak sempat mempersiapkan telur karena ia memang tidak tahu kalau ia diharuskan bertelur seperti ayam. Kini Abu Nawas tahu kalau Baginda Raja dan para menteri telah mempersiapkan telur masing-masing satu butir. Karena belum ada seorang manusia pun yang bisa bertelur dan tidak akan pernah ada yang bisa. Karena dadanya mulai terasa sesak. Abu Nawas cepat-cepat muncul ke permukaan kemudian naik ke atas. Baginda Raja langsung mendekati Abu Nawas. Abu Nawas nampak tenang, bahkan ia berlakau aneh, tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara seperti ayam jantan berkokok, keras sekali sehingga Baginda dan para menterinya merasa heran.
binatang. Sebagai manusia kita mesti bisa dengan cara kita masing-masing." kata Baginda sambil tersenyum.
"Hamba belum mengerti Baginda yang mulia." kata Abu Nawas agak ketakutan.
"Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam dan barang siapa yang
tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum!" kata Baginda.
Abu Nawas tidak berkata apa-apa.Wajahnya nampak murung. la semakin yakin
dirinya tak akan bisa lolos dari lubang jebakan Baginda dengan mudah.
Melihat wajah Abu Nawas murung, wajah Baginda Raja semakin berseri-seri.
"Nan sekarang apalagi yang kita tunggu. Kita menyelam lalu naik ke atas sambil
menunjukkan telur kita masing-masing." perintah Baginda Raja.
Baginda Raja dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas satu
persatu derigan menanting sebutir telur ayam. Abu Nawas masih di dalam
kolam. ia tentu saja tidak sempat mempersiapkan telur karena ia memang tidak tahu kalau ia diharuskan bertelur seperti ayam. Kini Abu Nawas tahu kalau Baginda Raja dan para menteri telah mempersiapkan telur masing-masing satu butir. Karena belum ada seorang manusia pun yang bisa bertelur dan tidak akan pernah ada yang bisa. Karena dadanya mulai terasa sesak. Abu Nawas cepat-cepat muncul ke permukaan kemudian naik ke atas. Baginda Raja langsung mendekati Abu Nawas. Abu Nawas nampak tenang, bahkan ia berlakau aneh, tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara seperti ayam jantan berkokok, keras sekali sehingga Baginda dan para menterinya merasa heran.
"Ampun Tuanku yang mulia. Hamba tidak bisa bertelur seperti
Baginda dan para menteri." kata Abu Nawas sambil membungkuk
hormat.
"Kalau begitu engkau harus dihukum." kata Baginda
bangga.
"Tunggu dulu wahai Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas
memohon.
"Apalagi hai Abu Nawas." kata Baginda tidak
sabar.
"Paduka yang mulia, sebelumnya ijinkan hamba membela diri.
Sebenarnya kalau hamba mau bertelur, hamba tentu mampu. Tetapi hamba
merasa menjadi ayam jantan maka hamba tidak bertelur. Hanya ayam betina saja
yang bisa bertelur. Kuk kuru yuuuuuk...!" kata Abu Nawas dengan membusungkan dada.
Baginda
Raja tidak bisa berkata apa-apa. Wajah Baginda dan para menteri
yang semula cerah penuh kemenangan kini mendadak berubah menjadi
merah padam karena malu. Sebab mereka dianggap ayam betina. Abu Nawas
memang licin, malah kini lebih licin dari pada belut. Karena merasa malu,
Baginda Raja Harun Al Rasyid dan para menteri segera berpakaian dan kembali ke
istana tanpa mengucapkan sapatah kata pun. Memang Abu Nawas yang tampaknya
blo'on itu sebenarnya diakui oleh para ilmuwan sebagai ahli mantiq atau ilmu
logika. Gampang saja baginya untuk membolak-balikkan dan mempermainkan
kata-kata guna menjatuhkan mental lawan-lawannya.
Kisah Abu Nawas - Abu Nawas Mati
Baginda Raja pulang ke istana dan langsung memerintahkan para prajuritnya
menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena ia
tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit
kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke
rumah."Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu."
"Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid
menjadi budak."
"Apa?"
"Raja kujadikan budak!"
"Kenapa kau lakukan itu suamiku."
"Supaya dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu
sengsara."
"Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit
diperintahkan untuk menangkapmu."
"Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun Al Rasyid kepadaku.""Pasti kau akan dihukum berat."
"Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan,"
Abu Nawas masuk ke dalam, ia mengambil air wudhu lalu mendirikan shalat dua
rakaat. Lalu berpesan kepada istrinya apa yang harus dikatakan bila Baginda
datang.
Tidak berapa alama kemudian tetangga Abu Nawas geger, karena istri Abu
Nawas menjerit-jerit.
"Ada apa?" tanya tetangga Abu Nawas sambil tergopoh-gopoh.
"Huuuuuu .... suamiku mati....!"
"Hah! Abu Nawas mati?"
"lyaaaa....!"Kini kabar kematian Abu Nawas tersebar ke seluruh pelosok negeri. Baginda
terkejut. Kemarahan dan kegeraman beliau agak susut mengingat Abu Nawas
adalah orang yang paling pintar menyenangkan dan menghibur Baginda Raja.
Baginda Raja beserta beberapa pengawai beserta seorang tabib (dokter) istana,
segera menuju rumah Abu Nawas. Tabib segera memeriksa Abu Nawas. Sesaat
kemudian ia memberi laporan kepada Baginda bahwa Abu Nawas memang telah
mati beberapa jam yang lalu.
Setelah melihat sendiri tubuh Abu Nawas terbujur kaku tak berdaya, Baginda
Raja marasa terharu dan meneteskan air mata. Beliau bertanya kepada istri
Abu Nawas.
"Adakah pesan terakhir Abu Nawas untukku?"
"Ada Paduka yang mulia." kata istri Abu Nawas sambil menangis.
"Katakanlah." kata Baginda Raja.
"Suami hamba, Abu Nawas, memohon sudilah kiranya Baginda Raja mengampuni
semua kesalahannya dunia akhirat di depan rakyat." kata istri Abu Nawas
terbata-bata."Baiklah kalau itu permintaan Abu Nawas." kata Baginda Raja menyanggupi.
Jenazah Abu Nawas diusung di atas keranda. Kemudian Baginda Raja
mengumpulkan rakyatnya di tanah lapang.
Beliau berkata, "Wahai rakyatku, dengarkanlah bahwa hari ini aku, Sultan
Harun Al Rasyid telah memaafkan segala kesalahan Abu Nawas yang telah
diperbuat terhadap diriku dari dunia hingga akhirat. Dan kalianlah sebagai
saksinya."
Tiba-tiba dari dalam keranda yang terbungkus kain hijau terdengar suara keras,
"Syukuuuuuuuur ...... !"
Seketika pengusung jenazah ketakukan, apalagi melihat Abu Nawas bangkit
berdiri seperti mayat hidup. Seketika rakyat yang berkumpul lari tunggang
langgang, bertubrukan dan banyak yang jatuh terkilir. Abu Nawas sendiri segera
berjalan ke hadapan Baginda. Pakaiannya yang putih-putih bikin Baginda keder
juga.
"Kau... kau.... sebenarnya mayat hidup atau memang kau hidup lagi?" tanya
Baginda dengan gemetar."Hamba masih hidup Tuanku. Hamba mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga atas pengampunan Tuanku."
"Jadi kau masih hidup?"
"Ya, Baginda. Segar bugar, buktinya kini hamba merasa lapar dan ingin segera
pulang."
"Kurang ajar! Ilmu apa yang kau pakai Abu Nawas?
"Ilmu dari mahaguru sufi guru hamba yang sudah meninggal dunia..."
"Ajarkan ilmu itu kepadaku..."
"Tidak mungkin Baginda. Hanya guru hamba yang mampu melakukannya.
Hamba tidak bisa mengajarkannya sendiri."
"Dasar pelit !" Baginda menggerutu kecewa.
menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena ia
tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit
kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke
rumah."Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu."
"Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid
menjadi budak."
"Apa?"
"Raja kujadikan budak!"
"Kenapa kau lakukan itu suamiku."
"Supaya dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu
sengsara."
"Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit
diperintahkan untuk menangkapmu."
"Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun Al Rasyid kepadaku.""Pasti kau akan dihukum berat."
"Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan,"
Abu Nawas masuk ke dalam, ia mengambil air wudhu lalu mendirikan shalat dua
rakaat. Lalu berpesan kepada istrinya apa yang harus dikatakan bila Baginda
datang.
Tidak berapa alama kemudian tetangga Abu Nawas geger, karena istri Abu
Nawas menjerit-jerit.
"Ada apa?" tanya tetangga Abu Nawas sambil tergopoh-gopoh.
"Huuuuuu .... suamiku mati....!"
"Hah! Abu Nawas mati?"
"lyaaaa....!"Kini kabar kematian Abu Nawas tersebar ke seluruh pelosok negeri. Baginda
terkejut. Kemarahan dan kegeraman beliau agak susut mengingat Abu Nawas
adalah orang yang paling pintar menyenangkan dan menghibur Baginda Raja.
Baginda Raja beserta beberapa pengawai beserta seorang tabib (dokter) istana,
segera menuju rumah Abu Nawas. Tabib segera memeriksa Abu Nawas. Sesaat
kemudian ia memberi laporan kepada Baginda bahwa Abu Nawas memang telah
mati beberapa jam yang lalu.
Setelah melihat sendiri tubuh Abu Nawas terbujur kaku tak berdaya, Baginda
Raja marasa terharu dan meneteskan air mata. Beliau bertanya kepada istri
Abu Nawas.
"Adakah pesan terakhir Abu Nawas untukku?"
"Ada Paduka yang mulia." kata istri Abu Nawas sambil menangis.
"Katakanlah." kata Baginda Raja.
"Suami hamba, Abu Nawas, memohon sudilah kiranya Baginda Raja mengampuni
semua kesalahannya dunia akhirat di depan rakyat." kata istri Abu Nawas
terbata-bata."Baiklah kalau itu permintaan Abu Nawas." kata Baginda Raja menyanggupi.
Jenazah Abu Nawas diusung di atas keranda. Kemudian Baginda Raja
mengumpulkan rakyatnya di tanah lapang.
Beliau berkata, "Wahai rakyatku, dengarkanlah bahwa hari ini aku, Sultan
Harun Al Rasyid telah memaafkan segala kesalahan Abu Nawas yang telah
diperbuat terhadap diriku dari dunia hingga akhirat. Dan kalianlah sebagai
saksinya."
Tiba-tiba dari dalam keranda yang terbungkus kain hijau terdengar suara keras,
"Syukuuuuuuuur ...... !"
Seketika pengusung jenazah ketakukan, apalagi melihat Abu Nawas bangkit
berdiri seperti mayat hidup. Seketika rakyat yang berkumpul lari tunggang
langgang, bertubrukan dan banyak yang jatuh terkilir. Abu Nawas sendiri segera
berjalan ke hadapan Baginda. Pakaiannya yang putih-putih bikin Baginda keder
juga.
"Kau... kau.... sebenarnya mayat hidup atau memang kau hidup lagi?" tanya
Baginda dengan gemetar."Hamba masih hidup Tuanku. Hamba mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga atas pengampunan Tuanku."
"Jadi kau masih hidup?"
"Ya, Baginda. Segar bugar, buktinya kini hamba merasa lapar dan ingin segera
pulang."
"Kurang ajar! Ilmu apa yang kau pakai Abu Nawas?
"Ilmu dari mahaguru sufi guru hamba yang sudah meninggal dunia..."
"Ajarkan ilmu itu kepadaku..."
"Tidak mungkin Baginda. Hanya guru hamba yang mampu melakukannya.
Hamba tidak bisa mengajarkannya sendiri."
"Dasar pelit !" Baginda menggerutu kecewa.
Kisah Abu Nawas - Hadiah Bagi Tebakan Jitu
Baginda Raja Harun Al Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada yang sanggup menemukan jawaban dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para.penasihat kerajaan pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang memuaskan Baginda. Padahal Baginda sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenarnya. Mungkin karena amat penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agar Abu Nawas saja yang emecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhirakhir ini ia sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.
"Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas ingin tahu.
"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku." kata Baginda.
"Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba."
"Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?"
tanya Baginda.
tanya Baginda.
"Di dalam pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas tanpa sedikit
pun perasaan ragu,
pun perasaan ragu,
"Tuanku yang mulia," lanjut Abu Nawas
"ketidakterbatasan
itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh
Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu di mana
batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur
sesuatu yang tidak terbatas."
Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu
Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.
"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di
langit ataukah ikan-ikan di laut?"
"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.
"Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah
menghitung jumlah mereka?" tanya Baginda heran.
"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari
ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak
seolah-olah tidak pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara
bintang-bintang itu tidak pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab
Abu Nawas meyakinkan.Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak
berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid memberi hadiah Abu Nawas dan
istrinya uang yang cukup banyak.
Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat
biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan
siapa pun agar lebih leluasa bergerak.
Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya
seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang
berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang
menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang
dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.
"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya,
tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat
penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara
membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu
berpikir sejenak kemudian ia berkata,
"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain.
Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi
dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan
takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la
merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang
duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa.
Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya,
mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"
Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut
mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam
akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu,
termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat
luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga
karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu
mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau
pulang kembali ke istana.
Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas
dipanggil: Setelah menghadap Bagiri
"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian
bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu.
Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas
yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu
sarat yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja."Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu
Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.
"Kiamat, wahai Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu
alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian.
Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila
Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di
surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."
Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya
lagi,"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak
menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon
diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.
itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh
Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu di mana
batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur
sesuatu yang tidak terbatas."
Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu
Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.
"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di
langit ataukah ikan-ikan di laut?"
"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.
"Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah
menghitung jumlah mereka?" tanya Baginda heran.
"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari
ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak
seolah-olah tidak pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara
bintang-bintang itu tidak pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab
Abu Nawas meyakinkan.Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak
berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid memberi hadiah Abu Nawas dan
istrinya uang yang cukup banyak.
Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat
biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan
siapa pun agar lebih leluasa bergerak.
Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya
seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang
berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang
menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang
dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.
"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya,
tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat
penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara
membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu
berpikir sejenak kemudian ia berkata,
"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain.
Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi
dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan
takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la
merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang
duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa.
Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya,
mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"
Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut
mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam
akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu,
termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat
luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga
karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu
mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau
pulang kembali ke istana.
Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas
dipanggil: Setelah menghadap Bagiri
"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian
bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu.
Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas
yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu
sarat yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja."Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu
Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.
"Kiamat, wahai Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu
alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian.
Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila
Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di
surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."
Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya
lagi,"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak
menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon
diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.
Kisah Abu Nawas - Botol Ajaib
Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu
memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas
yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah
senyuman.
"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku
kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya
Abu Nawas.
"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya."
kata Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak
memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung
bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar
angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin.
Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat.
Sedangkan angin tidak.Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas
pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak
begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan
merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang
jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia
yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan
terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol
sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk
menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari
terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu
Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.
Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman
karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana.
Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan
lampu wasiatnya.
"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la
berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat
mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu
gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal
karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.
Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas."Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"
"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil
mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan
botol itu.
Baginda menimang-nimang botol itu.
"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim.
"Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.
"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu
angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas
menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau
kentut yang begitu menyengat hidung."Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang
mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena
hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba
memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas
ketakutan.
Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk
akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.
memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas
yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah
senyuman.
"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku
kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya
Abu Nawas.
"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya."
kata Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak
memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung
bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar
angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin.
Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat.
Sedangkan angin tidak.Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas
pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak
begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan
merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang
jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia
yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan
terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol
sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk
menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari
terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu
Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.
Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman
karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana.
Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan
lampu wasiatnya.
"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la
berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat
mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu
gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal
karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.
Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas."Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"
"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil
mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan
botol itu.
Baginda menimang-nimang botol itu.
"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim.
"Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.
"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu
angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas
menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau
kentut yang begitu menyengat hidung."Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang
mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena
hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba
memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas
ketakutan.
Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk
akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.
Kamis, 30 Agustus 2012
Kisah Abu Nawas - Pekerjaan Yang Mustahil
Baginda baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang
mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat
istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk
melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas
gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan
bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang
amat cerdik di negerinya.
Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid.
Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda,
"Sanggupkah engkau memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih
leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda. Abu Nawas tidak langsung menjawab. la berpikir sejenak hingga keningnya
berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin
dihukum.
Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi
permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu
sebulan.
Abu Nawas pulang dengan hati masgul. Setiap malam ia hanya berteman
dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan.
Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari
ini.Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.
Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. la menghadap Baginda untuk
membahas pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan
mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.
"Ampun Tuariku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk
memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.
"Apa usul itu?" "Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul
Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."
"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.
"Satu lagi Baginda..... " Abu Nawas menambahkan.
"Apa lagi?" tanya Baginda.
"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk
dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas.
"Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui.Abu Nawas pulang dengan
perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti
bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana
Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar
samudera pun Abu Nawas sanggup.
Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang
harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas
kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pernah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun
ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini.
Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju
lapangan untuk melakukan salat Hari Raya Idul Qurban. Dan seusai salat,
sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera
dibagikan kepada fakir miskin.
Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas
berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu
Nawas bertanya kepada Baginda Raja,
"Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"
"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat.
Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. la berdiri
sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang
ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.
"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda
Raja. "Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas.
"Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu
apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.
"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang
hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan
memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah
Paduka."
Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas
masih bisa keluar dari lubang jarum.
mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat
istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk
melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas
gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan
bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang
amat cerdik di negerinya.
Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid.
Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda,
"Sanggupkah engkau memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih
leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda. Abu Nawas tidak langsung menjawab. la berpikir sejenak hingga keningnya
berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin
dihukum.
Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi
permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu
sebulan.
Abu Nawas pulang dengan hati masgul. Setiap malam ia hanya berteman
dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan.
Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari
ini.Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.
Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. la menghadap Baginda untuk
membahas pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan
mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.
"Ampun Tuariku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk
memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.
"Apa usul itu?" "Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul
Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."
"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.
"Satu lagi Baginda..... " Abu Nawas menambahkan.
"Apa lagi?" tanya Baginda.
"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk
dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas.
"Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui.Abu Nawas pulang dengan
perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti
bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana
Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar
samudera pun Abu Nawas sanggup.
Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang
harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas
kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pernah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun
ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini.
Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju
lapangan untuk melakukan salat Hari Raya Idul Qurban. Dan seusai salat,
sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera
dibagikan kepada fakir miskin.
Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas
berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu
Nawas bertanya kepada Baginda Raja,
"Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"
"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat.
Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. la berdiri
sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang
ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.
"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda
Raja. "Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas.
"Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu
apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.
"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang
hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan
memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah
Paduka."
Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas
masih bisa keluar dari lubang jarum.
Kisah Abu Nawas - Mengecoh Monyet
Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai. Ada kerumunan masa. Abu Nawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.
"Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.
"Pertunjukkan keliling yang melibatkan monyet ajaib."
"Apa maksudmu dengan monyet ajaib?" kata Abu Nawas ingin tahu.
"Monyet yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja." kata kawan Abu Nawas menambahkan.
Abu Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.
Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukkan itu, sang pemilik monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.
Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat monyet itu mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Monyet itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.
Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatangitu Abu Nawas bertanya,
"Tahukah engkau siapa aku?" Monyet itu menggeleng.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet itu tetap menggeleng.
"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Monyet itu mulai ragu.
"Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu Nawas mulai mengancam. Akhirnya monyet itu terpaksa mengangguk-angguk.
Atas keberhasilan Abu Nawas membuat monyet itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik monyet itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik monyet itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia melatih monyetnya mengangguk-angguk.
Bahkan ia mengancam akan menghukum berat monyetnya bila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan.
Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus sanggup membuat monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya, Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.
"Tahukah engkau siapa daku?" Monyet itu mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" Monyet itu tetap mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas. Monyet itu tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.
Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam panas.
"Tahukah engkau apa guna balsam ini?" Monyet itu tetap mengangguk .
"Baiklah, bolehkah kugosokselangkangmu dengan balsam?" Monyet itu mengangguk.
Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja monyet itu merasa agak kepanasan dan mulai-panik.
Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan itu juga berisi balsam.
"Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?" Abu Nawas mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.
Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang dianggap cerdik.
Ah, jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu Nawas
"Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.
"Pertunjukkan keliling yang melibatkan monyet ajaib."
"Apa maksudmu dengan monyet ajaib?" kata Abu Nawas ingin tahu.
"Monyet yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja." kata kawan Abu Nawas menambahkan.
Abu Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.
Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukkan itu, sang pemilik monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.
Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat monyet itu mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Monyet itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.
Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatangitu Abu Nawas bertanya,
"Tahukah engkau siapa aku?" Monyet itu menggeleng.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet itu tetap menggeleng.
"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Monyet itu mulai ragu.
"Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu Nawas mulai mengancam. Akhirnya monyet itu terpaksa mengangguk-angguk.
Atas keberhasilan Abu Nawas membuat monyet itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik monyet itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik monyet itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia melatih monyetnya mengangguk-angguk.
Bahkan ia mengancam akan menghukum berat monyetnya bila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan.
Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus sanggup membuat monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya, Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.
"Tahukah engkau siapa daku?" Monyet itu mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" Monyet itu tetap mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas. Monyet itu tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.
Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam panas.
"Tahukah engkau apa guna balsam ini?" Monyet itu tetap mengangguk .
"Baiklah, bolehkah kugosokselangkangmu dengan balsam?" Monyet itu mengangguk.
Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja monyet itu merasa agak kepanasan dan mulai-panik.
Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan itu juga berisi balsam.
"Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?" Abu Nawas mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.
Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang dianggap cerdik.
Ah, jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu Nawas
Kisah Abu Nawas - Kendi berisi racun
Ketika masih muda, Abu Nawas pernah bekerja di sebuah perusahaan jasa jahit pakaian. Suatu hari majikannya datang membawa satu kendi madu dan karena kuatir madu itu diminum Abu Nawas, maka majikannya berbohong dengan berkata, “Abu, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau kamu mati karena meminumnya!!!”
Sang majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan menghabiskan madu itu dengan rotinya.
Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanyalah dia pada Abu Nawas, “Abu!!! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?”.
Abu Nawas menjawab, “Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu…”.
Sang majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan menghabiskan madu itu dengan rotinya.
Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanyalah dia pada Abu Nawas, “Abu!!! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?”.
Abu Nawas menjawab, “Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu…”.
Kisah Abu Nawas - Sholat gak perlu rukuk & sujud ..!!!
Pasa masa kekhalifahan Harun Al-Rasyid , ada seseorang dengan lantang berteriak di tengah keramaian pasar , dia berkata "SESUNGGUHNYA SHALAT TIDAK PERLU RUKUK DAN SUJUD ..." orang - orang pun langsung GERAM,MARAH,MENGUTUK,MENYESATKAN orang tersebut yg ternyata bernama ABU NAWAS . Kemudian dia ditangkap oleh orang kerajaan ,dengan murka sang khalifah menginterogasinya ...
“Apakah benar kamu yang mengatakan itu di pasar?”
Abu Nawas membenarkannya, lalu khalifah memerintahkan pengawalnya untuk menggantung Abu Nawas besok pagi. Sebelum diseret pengawal, Abu Nawas meminta izin khalifah untuk menjelaskan maksud ucapannya.
“Tenang baginda, beri saya kesempatan untuk meneruskan apa maksud perkataan saya tadi,” kata Abu Nawas.
Abu Nawas menjelaskan "makannya dengarkan dulu , saya blom selesai berbicara , shalat yg saya maksud itu adalah shalat jenazah "
Khalifah geleng-geleng kepala sambil bertanya, “Tapi kenapa kamu berteriak-teriak di pasar? Yang tak paham perkataanmu khan bisa marah?”
Abu nawasnya pun berkata ..Namanya Terbukti Orang2 saat ini terbukit lebih mengedepankan emosi padahal blom tahu akar permasalahannya (ALIAS ASAL GABLEK), dan kalau masyarakat sudah marah , baru saya bisa dipanggil khalifah.
“Kalau aku sudah memanggil, memangnya kenapa?” tanya khalifah
Abu Nawas menjawab, “Ya biar bisa dikasih hadiah, baginda” jawabnya sambil tersenyum.
“Apakah benar kamu yang mengatakan itu di pasar?”
Abu Nawas membenarkannya, lalu khalifah memerintahkan pengawalnya untuk menggantung Abu Nawas besok pagi. Sebelum diseret pengawal, Abu Nawas meminta izin khalifah untuk menjelaskan maksud ucapannya.
“Tenang baginda, beri saya kesempatan untuk meneruskan apa maksud perkataan saya tadi,” kata Abu Nawas.
Abu Nawas menjelaskan "makannya dengarkan dulu , saya blom selesai berbicara , shalat yg saya maksud itu adalah shalat jenazah "
Khalifah geleng-geleng kepala sambil bertanya, “Tapi kenapa kamu berteriak-teriak di pasar? Yang tak paham perkataanmu khan bisa marah?”
Abu nawasnya pun berkata ..Namanya Terbukti Orang2 saat ini terbukit lebih mengedepankan emosi padahal blom tahu akar permasalahannya (ALIAS ASAL GABLEK), dan kalau masyarakat sudah marah , baru saya bisa dipanggil khalifah.
“Kalau aku sudah memanggil, memangnya kenapa?” tanya khalifah
Abu Nawas menjawab, “Ya biar bisa dikasih hadiah, baginda” jawabnya sambil tersenyum.
Sumber by Usmar Ismail
Abu Nawas - Alat untuk Berzina
Suatu ketika Abu Nawas datang ke hadapan Amirul Mukminin, seraya membawa kendi yang biasa digunakan untuk menyimpan khamr (arak/minuman keras). Melihat hal ini, Amirul Mu'minin berseru kepada pengawalnya.
"Cepat cambuk Abu Nawas sebagaimana orang yang telah minum khamr."
Abu Nawas protes berat.
"Yaa Amirul Mu'minin, mengapa saya dihukum cambuk, padahal saya tidak minum khamr?" protes Abu Nawas.
"Itu karena kamu membawa kendi yang biasa digunakan untuk minum khamr," jawab Amirul Mukminin.
"Jika memang demikian, maka hukum saya dengan hukuman cambuk sebagaimana orang berzina," sahut Abu Nawas.
"Mengapa demikian," tanya Khalifah.
"Karena saya juga membawa 'alat' yang biasa digunakan untuk berzina," jawab Abu Nawas.
Mendengar jawaban Abu Nawas, khalifah tertawa...lalu membebaskan Abu Nawas dari segala hukuman dan memberikan uang sebagai hadiah
"Cepat cambuk Abu Nawas sebagaimana orang yang telah minum khamr."
Abu Nawas protes berat.
"Yaa Amirul Mu'minin, mengapa saya dihukum cambuk, padahal saya tidak minum khamr?" protes Abu Nawas.
"Itu karena kamu membawa kendi yang biasa digunakan untuk minum khamr," jawab Amirul Mukminin.
"Jika memang demikian, maka hukum saya dengan hukuman cambuk sebagaimana orang berzina," sahut Abu Nawas.
"Mengapa demikian," tanya Khalifah.
"Karena saya juga membawa 'alat' yang biasa digunakan untuk berzina," jawab Abu Nawas.
Mendengar jawaban Abu Nawas, khalifah tertawa...lalu membebaskan Abu Nawas dari segala hukuman dan memberikan uang sebagai hadiah
Usia Alam Semesta Menurut Al-Quran
Tahu tidak berapa umur alam semesta yang kita huni saat ini..?? Belum tahu, gak, tahu atau males ngitungnya..?? ini ada cara mudah gak perlu pakek teori rumit, rumus fisika atau alat canggih untuk menghitung usia semesta. cuma media ayat ayat dalam Al-Quran kitab sucinya Muslim Sedunia dan Semesta alam..maka didapat bahwa umur alam semesta itu 18,26 Milyar Tahun.
Lho Kok bisa semudah itu?
Lalu bagaimana angka 18,26 milyar, bisa diperoleh ?
Mari kita telaah dari sini:
Berdasarkan informasi Al Qur’an, keberadaan alam dunia tidak lebih dari 1 hari. Ini termuat dalam QS. Thaha ayat 104.
“Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya mengatakan, ‘Kami tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja”
Sehari langit sama artinya dengan 1.000 tahun perhitungan manusia. dijelaskan dalam QS. Al Hajj ayat 47.
“Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar adzab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. dan sesungguhnya di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Sehari kadarnya 50.000 tahun yang termuat dalam QS.Ma’arij ayat 4.
“Para malaikat dan Jibril naik, (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.”
Bila 1 tahun hitungan manusia adalah 365,2422 hari, maka sehari langit diperoleh :
365,2422 x 50.000 x 1.000 x 1 diperoleh 18,26 milyar tahun.
Gimana perhitungan matematika bener bukan..!!
Ini juga pernah dipaparkan dan dibuktikan oleh pendapat Moh. Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything. dia menyatakan kalau umur alam semesta itu 17—20 milyar tahun. Sementara, Profesor Jean Claude Batelere bilang kalau umur semesta itu kisarannya ada di 18 milyar tahun. Terus ditambah dengan teori NASA yang mengeluarkan data umur semesta itu ada di kisaran 12—18 milyar tahun.
Kita tahu selama ini Para ilmuwan dengan segala peralatan canggihnya dan ilmu ’tingginya’ berusaha menguak berapa umur semesta, ternyata sebenarnya di dalam Al Qur’an sudah tertera dengan begitu jelasnya tentang misteri itu.
Artinya tidak ada yang sulit dimata Allah SWT Selagi manusia Mau berpikir, sains iptek semua bisa digalih dan dijawab al-Quran dengan mudah, itulah kenapa disebut Petunjuk bagi manusia dan penerang atas kegelepan, pemberi obat bagi yang sakit, pemberi ketentraman jiwa yang tidak pernah damai, kitab suci yang tidak pernah ada kadaluarsa dalam judul, bahasan, selalu elastis tiap sendi kehidupan manusia, bisa diterima dalam tiap kondisi bangsa yang berbeda tingkat umur yang berbeda, suku yang berbeda, negara yang berbeda, pas dalam kondisi apapun alias UNIVERSAL.
Lho Kok bisa semudah itu?
Lalu bagaimana angka 18,26 milyar, bisa diperoleh ?
Mari kita telaah dari sini:
Berdasarkan informasi Al Qur’an, keberadaan alam dunia tidak lebih dari 1 hari. Ini termuat dalam QS. Thaha ayat 104.
“Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya mengatakan, ‘Kami tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja”
Sehari langit sama artinya dengan 1.000 tahun perhitungan manusia. dijelaskan dalam QS. Al Hajj ayat 47.
“Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar adzab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. dan sesungguhnya di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Sehari kadarnya 50.000 tahun yang termuat dalam QS.Ma’arij ayat 4.
“Para malaikat dan Jibril naik, (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.”
Bila 1 tahun hitungan manusia adalah 365,2422 hari, maka sehari langit diperoleh :
365,2422 x 50.000 x 1.000 x 1 diperoleh 18,26 milyar tahun.
Gimana perhitungan matematika bener bukan..!!
Ini juga pernah dipaparkan dan dibuktikan oleh pendapat Moh. Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything. dia menyatakan kalau umur alam semesta itu 17—20 milyar tahun. Sementara, Profesor Jean Claude Batelere bilang kalau umur semesta itu kisarannya ada di 18 milyar tahun. Terus ditambah dengan teori NASA yang mengeluarkan data umur semesta itu ada di kisaran 12—18 milyar tahun.
Kita tahu selama ini Para ilmuwan dengan segala peralatan canggihnya dan ilmu ’tingginya’ berusaha menguak berapa umur semesta, ternyata sebenarnya di dalam Al Qur’an sudah tertera dengan begitu jelasnya tentang misteri itu.
Artinya tidak ada yang sulit dimata Allah SWT Selagi manusia Mau berpikir, sains iptek semua bisa digalih dan dijawab al-Quran dengan mudah, itulah kenapa disebut Petunjuk bagi manusia dan penerang atas kegelepan, pemberi obat bagi yang sakit, pemberi ketentraman jiwa yang tidak pernah damai, kitab suci yang tidak pernah ada kadaluarsa dalam judul, bahasan, selalu elastis tiap sendi kehidupan manusia, bisa diterima dalam tiap kondisi bangsa yang berbeda tingkat umur yang berbeda, suku yang berbeda, negara yang berbeda, pas dalam kondisi apapun alias UNIVERSAL.
Jumat, 24 Agustus 2012
Justice Voice - ABEGE
Justice Voice - ABEGE
Kisah hidup seorang Anak Baru Gede?
cari identitas diri?.
Nempuh jalan tiada tujuan?
(kebingungan)?
Salah jalan ngikut kebarat-baratan?
Mode yang jadi pegangan?
Gaya ngetrend cari perhatian?
(orang-orang)?
Reff:
Pengen ngetop?pengen keren?
pengen ngefans?
segalanya dikorbanin ?(kasihan)
Pamer harta cari muka
?N ngegosip pilih-pilih teman?
(kelewatan)?
Oh..ABe Ge jangan mau terpedaya?
indahnya gemerlap dunia?
Sampe lupa siapa dirimu?
(kagak tau),
Hidup ini hanya sementara waktu ?
Eee jangan mau tertipu?
Sampe nafsu ngatur diri kamu?
(hilang citamu)?
Reff:
Bokap kamu nyokap kamu,
tante kamu?
Pasti ?kan bangga padamu..nih die!
Punya anak udah cakep (=cakap)
Juga sholeh? Prestasinya?OKE !!!
AbeGe..prestasinya Oke?ini die..!
Kisah hidup seorang Anak Baru Gede?
cari identitas diri?.
Nempuh jalan tiada tujuan?
(kebingungan)?
Salah jalan ngikut kebarat-baratan?
Mode yang jadi pegangan?
Gaya ngetrend cari perhatian?
(orang-orang)?
Reff:
Pengen ngetop?pengen keren?
pengen ngefans?
segalanya dikorbanin ?(kasihan)
Pamer harta cari muka
?N ngegosip pilih-pilih teman?
(kelewatan)?
Oh..ABe Ge jangan mau terpedaya?
indahnya gemerlap dunia?
Sampe lupa siapa dirimu?
(kagak tau),
Hidup ini hanya sementara waktu ?
Eee jangan mau tertipu?
Sampe nafsu ngatur diri kamu?
(hilang citamu)?
Reff:
Bokap kamu nyokap kamu,
tante kamu?
Pasti ?kan bangga padamu..nih die!
Punya anak udah cakep (=cakap)
Juga sholeh? Prestasinya?OKE !!!
AbeGe..prestasinya Oke?ini die..!
Langganan:
Postingan (Atom)